UJI IMPAK
Bertujuan untuk mengetahui ketangguhan logam akibat
pembebanan kejut pada beberapa macam kondisi suhu.
Ketangguhan adalah suatu ukuran energi yang diperlukan untuk mematahkan bahan. Suatu bahan ulet dengan kekuatan yang sama dengan bahan rapuh akan memerlukan energi perpatahan yang lebih besar dan mempunyai sifat tangguh yang lebih baik. Penurunan ketangguhan dapat berakibat fatal, oleh karena itu ketangguhan perlu diukur atau dikuantifitasikan secara konvensional yang mana hal tersebut dilakukan dengan uji impact/benturan.
Test dalam pengujian impact ada dua, yaitu:
Drop Weight Test
Dikembangkan oleh laboratorium riset Naval, standarisasinya berdasarkan ASTM adalah ASTM E 208-69. Test Naval (dikenal juga dengan Nil-Ductility-Transition Temperature Test) dimaksud untuk keperluan luas, yakni untuk mengetahui patah getas ( brittle fracture) dari bahan baja.
Notched Bar Test
Dikenal ada dua metode yang lazim digunakan, yakni:
Metode Izod
Menggunakan batang impact cantilever. Benda uji Izod sangat jarang digunakan pada saat sekarang. Pada benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.
Metode Charpy
Menggunakan batang impat yang ditumpu pada ujung-ujungnya. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar dan mengandung takik V- , dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tidak bertakik diberi beban impact dengan ayunan bandul. Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi.
Menurut ASTM, standarisasi Notched Bar Test adalah ASTM E 23-82. Kedua metode diatas dapat dilihat pada gambar berikut :
PENGUJIAN IMPACT METODE CHARPY :
Dalam menentukan ketahanan logam terhadap pembebanan kejut (Impact Strength), prinsipnya adalah berapa besar gaya kejut yang dibutuhkan untuk mematahkan benda uji dibagi dengan luas penampang patahan.
Mula-mula bandul Charpy disetel dibagian atas, kemudian dilepas sehingga menabrak benda uji dan bandul terayun sampai ke kedudukan bawah (gambar titik-titik). Jadi dengan demikian, energi yang diserap untuk mematahkan benda uji ditunjukkan oleh selisih perbedaan tinggi bandul pada kedudukan atas dengan tinggi bandul pada kedudukkan bawah (tinggi ayun).
Energi potensial bandul pada kedudukan atas :
Energi potensial bandul pada kedudukan bawah ( saat benda uji patah ) :
Jadi energi yang digunakan untuk mematahkan benda uji :
Maka, Impact Strength-nya :
......(J/〖mm〗^2)
Dimana:
A= Luas patahan (〖mm〗^2)
Segera setelah benda uji diletakkan, kemudian bandul dilepaskan sehingga batang uji akan melayang (jatuh akibat gaya gravitasi). Bandul ini akan memukul benda uji yang diletakkan semula dengan energi yang sama. Energi bandul akan diserap oleh benda uji yang dapat menyebabkan benda uji patah tanpa deformasi (getas) atau pun benda uji tidak sampai putus yang berarti benda uji mempunyai sifat keuletan yang tinggi.
Permukaan patah membantu untuk menentukan kekuatan impact dalam hubungannya dengan temperatur transisi bahan. Daerah transisi yaitu daerah dimana terjadi perubahan patahan ulet ke patahan getas. Bentuk perpatahan dapat dilihat langsung dengan mata telanjang atau dapat pula dengan bantuan mikroskop.
Prosentase perpatahan getas (ristalin) dapat diperkirakan dengan perhitungan mengikuti rumus berikut:
X 100
Sifat keuletan suatu logam dapat diketahui dari pengujian tarik dan pengujian impact, tetapi dalam kondisi beban yang berbeda. Beban pada pengujian impact adalah secara tiba-tiba, sedangkan pada pengujian tarik adalah perlahan-lahan. Dari hasil pengujian tarik dapat disimpulkan perkiraan dari hasil pengujian impact. Tetapi dari pengujian impact dapat diketahui sifat ketangguhan logam dan harga impact untuk temperatur yang berbeda-beda, mulai dari temperatur yang sangat rendah (-30oC) sampai temperatur yang tinggi. Sedangkan pada percobaan tarik, temperatur kerja adalah temperatur kamar.
TEORI TAMBAHAN
Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu :
Batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.
Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit. Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperature sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi (akan diterangkan pada paragraph-paragraf selanjutnya).
Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever. Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole).
Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.
Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan kristalin yang yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat dinilai semakin tangguh bahan tersebut.
Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan. Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan).
Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas 100o C, contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai padajembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.
Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu
Deformasi plastis
Efek Hysteresis
Efek Inersia
Ada dua macam pengujian impak, yaitu
Charpy
Izod
Perbedaan charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan menggunkan charpy lebih akurat karena pada izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu di serap material seutuhnya.
Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impact adalah
Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.
Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
Strainrate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bulan di batas butir. Karena dislokasi ga sempat gerak ke batas butir.
Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan.
Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.
Pada percobaan ini, ada 10 sampel, 5 baja dan 5 aluminium. 2 baja dipanaskan dan 2 lagi didinginkan. begitu pula dengan aluminium dipanaskan. Baja dan aluminium ini dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik sampai pada temperatur. Kemudian sampel ini di beri beban impak dan… hasilnya keempat sampel ini tidak patah seluruhnya, hanya sebagian. Terjadi pembengkokan pada sampel. Mengapa sampel tidak patah? Hal ini ada pengaruhnya dengan suhu. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan vibrasi elektron semakin tinggi sehingga pergerakan elektron menjadi semakin bebas. Dan energi untuk melakukan deformasi elastis semakin rendah. Hal inilah yang menyebabkan spesimen tidak patah, melainkan hanya mengalami deformasi plastis.
Pada temperatur kamar. Spesimen nya gas diberi perlakuan apapun. Langsung diberi beban impak dan spesimen nya patah ulet. Temperatur spesimen lebih rendah dari yang semula, sehingga vibrasi elektronnya lebih rendah dan menyebabkan material menjadi agak lebih getas jika dibandingkan dengan spesimen awal. Namun spesimen ini belum getas karena elektronnya masih dapat bergerak hingga deformasi plastis.
Didinginkan. Pada pengujian ini, spesimen didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair, hingga mencapai suhu minus puluhan derajat. Kemudian spesimen diberi beban impak dan terjadi patah getas. Hal ini terjadi karena vibrasi elektron yang melemah sehingga energi yang dibutuhkan untuk elektron bergeran dan berdeformasi plastis lebih tinggi, sehingga terjadilah patah getas pada material.
Pengujian impak digunakan untuk mengukur ketangguhan suatu material. Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan bahan tersebut untuk menyerap energi pada daerah plastis. Cara pengujian impact ada dua macarn yaitu Charpy dan Izod. Dari pengujian
impact akan diperoleh 2 buah sudut, yaitu :
Sudut α : sudut antara pemukul pada saat kedudukan awal sarnpai saat membentur benda uji.
Sudut β : sudut antara pemukul pada saat membentur benda uji sampai dengan jarak sisa benturan ayunan setelah membentur.
Pada alat impact Charpy sudut a = 157º. Pengujian impak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Charpy. Pengujian dilakukan dengan memvariasi temperatur uji untuk mengetahui suhu transisi dari kondisi ulet ke kondisi getas. Temperatur uji yang digunakan adalah -60°C, Pengujian impak digunakan untuk mengukur ketangguhan suatu material.
Baja karbon yang biasanya bersifat ulet dapat diubah menjadi getas bila berada kondisi tertentu. Menurut Donan (1952), terdapat tiga faktor dasar yang mendukung terjadinya patah getas, keadaan tegangan tiga sumbu, suhu rendah dan laju regangan tinggi atau laju pembebanan yang cepat. Ketiga faktor tersebut tidak harus ada secara bersamaan pada waktu terjadi patah getas. Maka disini untuk menentukan kepekaan bahan terhadap patah getas, sering kali digunakan pengujian impak.
Pengujian ketangguhan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Benda uji disiapkan secara khusus, ukuran dan bentuknya ditentukan sesuai standart. Pengujian ketangguhan menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode ini sering di gunakan adalah metode charphy. Pengujian ketangguhan berdasarkan prinsif hukum kekekalan energi yang menyatakan jumlah energi mekanik konstan. palu godam dilepas dengan ketinggian H 1 dari pusat benda uji yang bersudut α dan setelah menabrak benda uji palu mengayun sampai ketinggian H 2 dari pusat benda uji yang bersudut β.
Pada kondisi ini besar tenaga kinetik Ek1 dan Ek2 sama dengan nol karena kecepatan V1dan V2 sama dengan nol yaitu berada pada kondisi berhenti. Besarnya tenaga potensial Ep1 = mgH1 dan tenaga potensial Ep2 = mgH2. Jadi tenaga yang diserap benda uji atau tenaga untuk mematahkan benda uji yaitu, W = Ep1 – Ep2W W = GR (cos β - cos α)kg.m.
Ketangguhan bahan (Vp) merupakan hasil bagi tenaga untuk mematahkan benda uji (Joule) dengan luas penampang patah benda uji (m). K = W / Ao
Dimana W = Kerja Pukulan dalam (kg.m)
G = Massa berat palu godam (kg),
R = Jarak titik pusat ke titik berat palu godam (m),
α = Sudut jatuh dalam, dan
β = Merupakan ayun dalam.
K = Nilai Pukulan Takik (kg.m/mm2)
A0 = Penampang Batang semula dibawah takikan (mm)
Maksud utama pengujian ketangguhan ialah untuk mengukur kegetasan bahan atau juga keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Perbedaan tinggi ayunan palu godam merupakan ukuran energi yang di serap oleh benda uji. Besar energi yang di serap tergantung pada keuletan bahan uji. Bahan yang ulet menunjukkan nilai ketangguhan (impact) yang besar. Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata dapat mengalami patah getas. Patah getas ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : adanya takikan (nocth), kecepatan pembebanan yang tinggi yang menyebabkan kecepatan regangan yang tinggi pula dengan temperatur yang sangat rendah.
Dengan demikian suatu bahan yang akan beroperasi pada temperatur yang sangat rendah, misalnya pada suatu instalasi cryogenic perlu diuji impact. Khususnya untuk mengetahui temperatur transisi antara ulet dan getas, sifat peretakan dapat terjadi dalam tiga bentuk :
Keretakan getas atau keretakan bersuara, adalah rata dan mempunyai permukaan yang kilap. Kalau potongan – potongannya kita sambungkan lagi ternyata keretakan atau kepatahan itu tidak diikuti dengan deformasi bahan, tipe ini mempunyai pukulan takik yang rendah.
Patahan liat atau patahan perubahan bentuk, patah ini mempunyai permukaan yang tidak rata dan tampak seperti bludru, buram dan berserat, tipe ini mempunyai pukulan yang tinggi.
Patahan campuran ialah patahan yang sebagian getas sebagian liat, patahan ini terjadi paling banyak.
Ketangguhan adalah suatu ukuran energi yang diperlukan untuk mematahkan bahan. Suatu bahan ulet dengan kekuatan yang sama dengan bahan rapuh akan memerlukan energi perpatahan yang lebih besar dan mempunyai sifat tangguh yang lebih baik. Penurunan ketangguhan dapat berakibat fatal, oleh karena itu ketangguhan perlu diukur atau dikuantifitasikan secara konvensional yang mana hal tersebut dilakukan dengan uji impact/benturan.
Test dalam pengujian impact ada dua, yaitu:
Drop Weight Test
Dikembangkan oleh laboratorium riset Naval, standarisasinya berdasarkan ASTM adalah ASTM E 208-69. Test Naval (dikenal juga dengan Nil-Ductility-Transition Temperature Test) dimaksud untuk keperluan luas, yakni untuk mengetahui patah getas ( brittle fracture) dari bahan baja.
Notched Bar Test
Dikenal ada dua metode yang lazim digunakan, yakni:
Metode Izod
Menggunakan batang impact cantilever. Benda uji Izod sangat jarang digunakan pada saat sekarang. Pada benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.
Metode Charpy
Menggunakan batang impat yang ditumpu pada ujung-ujungnya. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar dan mengandung takik V- , dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tidak bertakik diberi beban impact dengan ayunan bandul. Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi.
Menurut ASTM, standarisasi Notched Bar Test adalah ASTM E 23-82. Kedua metode diatas dapat dilihat pada gambar berikut :
PENGUJIAN IMPACT METODE CHARPY :
Dalam menentukan ketahanan logam terhadap pembebanan kejut (Impact Strength), prinsipnya adalah berapa besar gaya kejut yang dibutuhkan untuk mematahkan benda uji dibagi dengan luas penampang patahan.
Mula-mula bandul Charpy disetel dibagian atas, kemudian dilepas sehingga menabrak benda uji dan bandul terayun sampai ke kedudukan bawah (gambar titik-titik). Jadi dengan demikian, energi yang diserap untuk mematahkan benda uji ditunjukkan oleh selisih perbedaan tinggi bandul pada kedudukan atas dengan tinggi bandul pada kedudukkan bawah (tinggi ayun).
Energi potensial bandul pada kedudukan atas :
Energi potensial bandul pada kedudukan bawah ( saat benda uji patah ) :
Jadi energi yang digunakan untuk mematahkan benda uji :
Maka, Impact Strength-nya :
......(J/〖mm〗^2)
Dimana:
A= Luas patahan (〖mm〗^2)
Segera setelah benda uji diletakkan, kemudian bandul dilepaskan sehingga batang uji akan melayang (jatuh akibat gaya gravitasi). Bandul ini akan memukul benda uji yang diletakkan semula dengan energi yang sama. Energi bandul akan diserap oleh benda uji yang dapat menyebabkan benda uji patah tanpa deformasi (getas) atau pun benda uji tidak sampai putus yang berarti benda uji mempunyai sifat keuletan yang tinggi.
Permukaan patah membantu untuk menentukan kekuatan impact dalam hubungannya dengan temperatur transisi bahan. Daerah transisi yaitu daerah dimana terjadi perubahan patahan ulet ke patahan getas. Bentuk perpatahan dapat dilihat langsung dengan mata telanjang atau dapat pula dengan bantuan mikroskop.
Prosentase perpatahan getas (ristalin) dapat diperkirakan dengan perhitungan mengikuti rumus berikut:
X 100
Sifat keuletan suatu logam dapat diketahui dari pengujian tarik dan pengujian impact, tetapi dalam kondisi beban yang berbeda. Beban pada pengujian impact adalah secara tiba-tiba, sedangkan pada pengujian tarik adalah perlahan-lahan. Dari hasil pengujian tarik dapat disimpulkan perkiraan dari hasil pengujian impact. Tetapi dari pengujian impact dapat diketahui sifat ketangguhan logam dan harga impact untuk temperatur yang berbeda-beda, mulai dari temperatur yang sangat rendah (-30oC) sampai temperatur yang tinggi. Sedangkan pada percobaan tarik, temperatur kerja adalah temperatur kamar.
TEORI TAMBAHAN
Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu :
Batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.
Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit. Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperature sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi (akan diterangkan pada paragraph-paragraf selanjutnya).
Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever. Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole).
Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.
Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan kristalin yang yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat dinilai semakin tangguh bahan tersebut.
Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan. Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan).
Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas 100o C, contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai padajembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.
Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu
Deformasi plastis
Efek Hysteresis
Efek Inersia
Ada dua macam pengujian impak, yaitu
Charpy
Izod
Perbedaan charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan menggunkan charpy lebih akurat karena pada izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu di serap material seutuhnya.
Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impact adalah
Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.
Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
Strainrate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bulan di batas butir. Karena dislokasi ga sempat gerak ke batas butir.
Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan.
Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.
Pada percobaan ini, ada 10 sampel, 5 baja dan 5 aluminium. 2 baja dipanaskan dan 2 lagi didinginkan. begitu pula dengan aluminium dipanaskan. Baja dan aluminium ini dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik sampai pada temperatur. Kemudian sampel ini di beri beban impak dan… hasilnya keempat sampel ini tidak patah seluruhnya, hanya sebagian. Terjadi pembengkokan pada sampel. Mengapa sampel tidak patah? Hal ini ada pengaruhnya dengan suhu. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan vibrasi elektron semakin tinggi sehingga pergerakan elektron menjadi semakin bebas. Dan energi untuk melakukan deformasi elastis semakin rendah. Hal inilah yang menyebabkan spesimen tidak patah, melainkan hanya mengalami deformasi plastis.
Pada temperatur kamar. Spesimen nya gas diberi perlakuan apapun. Langsung diberi beban impak dan spesimen nya patah ulet. Temperatur spesimen lebih rendah dari yang semula, sehingga vibrasi elektronnya lebih rendah dan menyebabkan material menjadi agak lebih getas jika dibandingkan dengan spesimen awal. Namun spesimen ini belum getas karena elektronnya masih dapat bergerak hingga deformasi plastis.
Didinginkan. Pada pengujian ini, spesimen didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair, hingga mencapai suhu minus puluhan derajat. Kemudian spesimen diberi beban impak dan terjadi patah getas. Hal ini terjadi karena vibrasi elektron yang melemah sehingga energi yang dibutuhkan untuk elektron bergeran dan berdeformasi plastis lebih tinggi, sehingga terjadilah patah getas pada material.
Pengujian impak digunakan untuk mengukur ketangguhan suatu material. Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan bahan tersebut untuk menyerap energi pada daerah plastis. Cara pengujian impact ada dua macarn yaitu Charpy dan Izod. Dari pengujian
impact akan diperoleh 2 buah sudut, yaitu :
Sudut α : sudut antara pemukul pada saat kedudukan awal sarnpai saat membentur benda uji.
Sudut β : sudut antara pemukul pada saat membentur benda uji sampai dengan jarak sisa benturan ayunan setelah membentur.
Pada alat impact Charpy sudut a = 157º. Pengujian impak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Charpy. Pengujian dilakukan dengan memvariasi temperatur uji untuk mengetahui suhu transisi dari kondisi ulet ke kondisi getas. Temperatur uji yang digunakan adalah -60°C, Pengujian impak digunakan untuk mengukur ketangguhan suatu material.
Baja karbon yang biasanya bersifat ulet dapat diubah menjadi getas bila berada kondisi tertentu. Menurut Donan (1952), terdapat tiga faktor dasar yang mendukung terjadinya patah getas, keadaan tegangan tiga sumbu, suhu rendah dan laju regangan tinggi atau laju pembebanan yang cepat. Ketiga faktor tersebut tidak harus ada secara bersamaan pada waktu terjadi patah getas. Maka disini untuk menentukan kepekaan bahan terhadap patah getas, sering kali digunakan pengujian impak.
Pengujian ketangguhan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Benda uji disiapkan secara khusus, ukuran dan bentuknya ditentukan sesuai standart. Pengujian ketangguhan menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode ini sering di gunakan adalah metode charphy. Pengujian ketangguhan berdasarkan prinsif hukum kekekalan energi yang menyatakan jumlah energi mekanik konstan. palu godam dilepas dengan ketinggian H 1 dari pusat benda uji yang bersudut α dan setelah menabrak benda uji palu mengayun sampai ketinggian H 2 dari pusat benda uji yang bersudut β.
Pada kondisi ini besar tenaga kinetik Ek1 dan Ek2 sama dengan nol karena kecepatan V1dan V2 sama dengan nol yaitu berada pada kondisi berhenti. Besarnya tenaga potensial Ep1 = mgH1 dan tenaga potensial Ep2 = mgH2. Jadi tenaga yang diserap benda uji atau tenaga untuk mematahkan benda uji yaitu, W = Ep1 – Ep2W W = GR (cos β - cos α)kg.m.
Ketangguhan bahan (Vp) merupakan hasil bagi tenaga untuk mematahkan benda uji (Joule) dengan luas penampang patah benda uji (m). K = W / Ao
Dimana W = Kerja Pukulan dalam (kg.m)
G = Massa berat palu godam (kg),
R = Jarak titik pusat ke titik berat palu godam (m),
α = Sudut jatuh dalam, dan
β = Merupakan ayun dalam.
K = Nilai Pukulan Takik (kg.m/mm2)
A0 = Penampang Batang semula dibawah takikan (mm)
Maksud utama pengujian ketangguhan ialah untuk mengukur kegetasan bahan atau juga keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Perbedaan tinggi ayunan palu godam merupakan ukuran energi yang di serap oleh benda uji. Besar energi yang di serap tergantung pada keuletan bahan uji. Bahan yang ulet menunjukkan nilai ketangguhan (impact) yang besar. Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata dapat mengalami patah getas. Patah getas ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : adanya takikan (nocth), kecepatan pembebanan yang tinggi yang menyebabkan kecepatan regangan yang tinggi pula dengan temperatur yang sangat rendah.
Dengan demikian suatu bahan yang akan beroperasi pada temperatur yang sangat rendah, misalnya pada suatu instalasi cryogenic perlu diuji impact. Khususnya untuk mengetahui temperatur transisi antara ulet dan getas, sifat peretakan dapat terjadi dalam tiga bentuk :
Keretakan getas atau keretakan bersuara, adalah rata dan mempunyai permukaan yang kilap. Kalau potongan – potongannya kita sambungkan lagi ternyata keretakan atau kepatahan itu tidak diikuti dengan deformasi bahan, tipe ini mempunyai pukulan takik yang rendah.
Patahan liat atau patahan perubahan bentuk, patah ini mempunyai permukaan yang tidak rata dan tampak seperti bludru, buram dan berserat, tipe ini mempunyai pukulan yang tinggi.
Patahan campuran ialah patahan yang sebagian getas sebagian liat, patahan ini terjadi paling banyak.
DOWNLOAD DATA DISINI